Rabu, 03 Maret 2010

Tata Surya

Alam Semesta
Alam semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses dari ketiadaan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di antaranya ada penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di sana berlangsung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lain yang tak diketahui.
Dalam buku Penciptaan Alam Raya karya Harun Yahya ini penulis memperkokoh keyakinan akan terintegrasinya pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan) tentang asal muasal alam semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan sains astronomi adalah bahwa alam semesta ini berawal dan berakhir; dan Al Quran lebih jauh memberi petunjuk bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul alamin). Fenomena ini diharapkan menjadi pembuka jalan dan pemicu integrasi Islam dalam kehidupan manusia.
Bumi dan Planet-Planet Lainnya
Dimulai dari planet Bumi: sebuah wahana yang ditumpangi oleh bermiliar manusia. Kecerdasan spiritual manusialah yang akan memberi makna perjalanan di alam semesta ini; perjalanan antargenerasi selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang diketahui pasti, yang gratis dan tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba.
Namun Bumi masih terlalu kecil dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa, lebih dari 1.250.000 kali ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar. Bumi yang tak berdaya, tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi pusat Galaksi lebih dari 200 juta tahun untuk sekali edar penuh. (Lalu apa rencana secercah kehidupan kita dalam pengembaraan panjang ini? Sangat sayang bila kita tidak sempat melihat kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak berencana sujud dan berserah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring Matahari lainnya adalah planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, asteroid, komet dan sebagainya. Ragam wahana dalam tata surya itu berupa sosok bola gas, bola beku, karang tandus yang sangat panas; semuanya tak terpilih seperti planet Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang tersebar di alam semesta yang sangat luas itu tak semuanya mudah atau layak dihuni oleh kehidupan?)
Putaran demi putaran waktu berlalu, kehancuran wahana bermiliar manusia akan menghampiri perlahan tapi pasti. Namun, berbagai pertanyaan manusia tentang misteri alam semesta masih belum atau tak berjawab. Berbagai upaya rasionalitas manusia telah dikerahkan dan pengetahuan bertambah, namun misteri alam semesta itu terus menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
Penjelajahan akal manusia mendapatkan fakta-fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia atom, planet, tata surya, hingga galaksi dan ruang alam semesta yang berbatas galaksi-galaksi muda. Dengan itu, pengetahuan manusia merentang dalam dimensi panjang 10-13 hingga 1026 meter, yang merupakan batas fakta-fakta yang dapat diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21 manusia masih berambisi untuk menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang Planck) atau 10-20 kali lebih kecil dari penemuan skala atom pada dekade pertama abad ke-20. Begitu pula dimensi lainnya seperti waktu, energi, massa, rentangnya meluas dari yang lebih kecil dan lebih besar.
Tentang rentang waktu alam semesta, manusia mendefinisikan berbagai zaman (dan zaman transisi di antaranya): Zaman Primordial, ketika usia alam semesta antara 10-50 hingga 105 tahun, Zaman Bintang, (106 - 1014 tahun), Zaman Materi Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun), Zaman Black Hole, (1040 - 10100 tahun), Zaman Gelap ketika alam semesta menghampiri kehancurannya dan Zaman Kehancuran Alam Semesta, ketika materi meluruh. Tanpa fakta-fakta dan ilmu yang diketahui manusia (atas izin Allah), akhirnya manusia hanya bisa berspekulasi dan tak bisa mendefenisikan berbagai keadaan, misalnya sebelum kelahiran alam semesta dan setelah kehancuran.
Penjelajahan akal manusia bisa menggapai penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di Matahari 1060 atau di Bumi 1050), energi ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar 1033 Joule), energi radiasi matahari sebesar 1026 watt, energi Matahari yang diterima Bumi sebesar 1022 Joule, energi yang diperlukan manusia per tahun sebesar 1020 Joule, energi penggabungan inti atom, fissi 1 mol Uranium sebesar 1013 Joule, energi yang dihasilkan 1 kg bensin sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah yang besar bagi manusia, walaupun melalui proses yang panjang.

Deskripsi dan Model Alam Semesta
Kesan umum luas dan megahnya alam semesta diperoleh penghuni Bumi dengan memandang langit malam yang cerah tanpa cahaya Bulan. Langit tampak penuh taburan bintang yang seolah tak terhitung jumlahnya. Struktur dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan progres persepsi dan rasionalitas manusia tentang itu memerlukan waktu berabad-abad.
Deskripsi pemandangan alam semesta pun beragam. Dulu alam semesta dimodelkan sebagai ruang berukuran jauh lebih kecil dari realitas seharusnya. Ukuran diameter Bumi (12.500 km) baru diketahui pada abad ke- 3 (oleh Eratosthenes), jarak ke Bulan (384.400 km) abad ke-16 ( Tycho Brahe, 1588), jarak ke Matahari (sekitar 150 juta km) abad ke-17 (Cassini, 1672), jarak bintang 61 Cygni abad ke-19 , jarak ke pusat Galaksi abad ke-20 (Shapley, 1918), jarak ke galaksi-luar (1929), Quasar dan Big Bang (1965). Perjalanan panjang ini terus berlanjut antargenerasi.
Benda langit yang terdekat dengan bumi adalah bulan. Gaya gravitasi bulan menggerakkan pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya selama bermiliar tahun. Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia di Bumi tak pernah bisa melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa bantuan teknologi untuk mengorbit Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru didapat dengan penerbangan Luna 3 pada tahun 1959.
Pada siang hari, pemandangan langit sebatas langit biru dan matahari atau bulan kesiangan; sedang di saat fajar dan senja, langit merah di kaki langit timur dan barat. Interaksi cahaya matahari dengan angkasa Bumi melukiskan suasana langit yang berwarna warni.
Matahari sendiri adalah satu di antara beragam bintang di Galaksi. Ada bintang yang lebih panas dari Matahari (suhu permukaan Matahari 5.800o K), seperti bintang panas (bisa mencapai 50.000oK) yang memancarkan lebih banyak cahaya ultraviolet-cahaya yang berbahaya bagi kehidupan. Ada bintang yang lebih dingin, lebih banyak memancarkan cahaya merah dan inframerah dibandingkan cahaya tampak yang banyak dipergunakan manusia.
Manusia bisa mencapai batas-batas pengetahuan alam semesta yang luas, mengenal ciptaan Allah yang tidak pernah dikenali di muka bumi seperti Black Hole, bintang Netron, Pulsar, bintang mati, ledakan bintang Nova atau Supernova, ledakan inti galaksi dan sebagainya. Akan tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu tak mungkin didekatkan dengan mahluk hidup yang rentan terhadap kerusakan. Walau demikian, ada jalan bagi yang ingin bersungguh-sungguh menekuninya.

Dengan Sains Menangkap Realitas Alam Semesta
Pemahaman manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi, berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum dalam sains (seperti ketidakpastian Heisenberg tentang pengukuran simultan dimensi ruang dan waktu), serta berbagai aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik materi, teori relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai hipotesa, gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan sebuah hukum.
Dunia fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya. Mekanika Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar dari 10-27 kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika klasik) menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan relatif rendah, tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda mikroskopik.
Mekanika statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan termodinamik. Dalam penjelajahan akal manusia di dunia elektromagnet dikenal persamaan Maxwell untuk mendeskripsikan kelakuan medan elektromagnet, juga teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya gravitasi, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah, metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang berisi banyak sekali benda langit (dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan objek berdaya besar, seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa diamati; selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta (15 miliar tahun). Itulah sebabnya ruang alam semesta yang pernah diamati manusia berdimensi 15-20 miliar tahun cahaya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan cahaya dan tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut taksiran, sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi secara langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena secara dinamika mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10 watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan Matahari berdaya 1026 watt dan berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu kota dengan daya lebih besarlah yang tampak terang. Menurut hukum cahaya, terang lampu akan melemah sebanding dengan jarak kuadrat, jadi sebuah lampu pada jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang dibandingkan pada jarak 2 meter, dan apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka, kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya juga akan membatasi skala terang objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan objek langit yang lebih lemah dipergunakan kolektor atau teleskop yang lebih besar. Teleskop yang besar pun mempunyai keterbatasan dalam mengamati obyek langit yang lemah, walaupun berhasil mendeteksi obyek langit yang berjuta atau bermiliar kali lebih lemah dari bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia. Pertanyaan lain muncul: Apakah semua objek langit bisa diamati melalui teleskop? Berapa banyak yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai pengetahuan?
Makin jauh jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil informasi pembentukan alam semesta yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya hingga takdir di masa depan yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita tentang hal tersebut sangat bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum alam ciptaan-Nya; sudah lengkap dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian kecil, sehingga mungkin bisa membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkaunya? Bagaimana kondisi awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagaimana kondisi 5 miliar tahun ke depan, bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan agama akan memberi jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang megah akan runtuh, akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa setelah kehancuran itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya, karena Dia adalah zat Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya diberi pengetahuan-Nya sedikit.
Tata Surya


Gambaran umum Tata Surya (digambarkan tidak sesuai skala): Matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Ceres, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, dan Eris.

Tata Surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi,dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.
Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yang terluar.
Berdasarkan jaraknya dari matahari, kedelapan planet Tata Surya ialah Merkurius (57,9 juta km), Venus (108 juta km), Bumi (150 juta km), Mars (228 juta km), Yupiter (779 juta km), Saturnus (1.430 juta km), Uranus (2.880 juta km), dan Neptunus (4.500 juta km). Sejak pertengahan 2008, ada lima obyek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Orbit planet-planet kerdil, kecuali Ceres, berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet kerdil tersebut ialah Ceres (415 juta km. di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima), Pluto (5.906 juta km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kesembilan), Haumea (6.450 juta km), Makemake (6.850 juta km), dan Eris (10.100 juta km).
Enam dari kedelapan planet dan tiga dari kelima planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami, yang biasa disebut dengan "bulan" sesuai dengan Bulan atau satelit alami Bumi. Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.
Asal usul
Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah dikemukakan para ahli, diantaranya :


Pierre-Simon Laplace, pendukung Hipotesis Nebula


Gerard Kuiper, pendukung Hipotesis Kondensasi
Hipotesis Nebula
Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772) tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace[2] secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.[3]
Hipotesis Planetisimal
Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.
Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.[3] Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi.[3] Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.[4]
Hipotesis Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.


Sejarah penemuan
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.

Model heliosentris dalam manuskrip Copernicus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya
Pada 1781, William Herschel (1738-1822) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.
Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.
Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Objek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, objek ini juga memiliki satelit.
Struktur



Orbit-orbit Tata Surya dengan skala yang sesungguhnya
Komponen utama sistem Tata Surya adalah matahari, sebuah bintang deret utama kelas G2 yang mengandung 99,86 persen massa dari sistem dan mendominasi seluruh dengan gaya gravitasinya.[5] Yupiter dan Saturnus, dua komponen terbesar yang mengedari matahari, mencakup kira-kira 90 persen massa selebihnya.[c]
Hampir semua objek-objek besar yang mengorbit matahari terletak pada bidang edaran bumi, yang umumnya dinamai ekliptika. Semua planet terletak sangat dekat pada ekliptika, sementara komet dan objek-objek sabuk Kuiper biasanya memiliki beda sudut yang sangat besar dibandingkan ekliptika.
Planet-planet dan objek-objek Tata Surya juga mengorbit mengelilingi matahari berlawanan dengan arah jarum jam jika dilihat dari atas kutub utara matahari, terkecuali Komet Halley.
Hukum Gerakan Planet Kepler menjabarkan bahwa orbit dari objek-objek Tata Surya sekeliling matahari bergerak mengikuti bentuk elips dengan matahari sebagai salah satu titik fokusnya. Objek yang berjarak lebih dekat dari matahari (sumbu semi-mayor-nya lebih kecil) memiliki tahun waktu yang lebih pendek. Pada orbit elips, jarak antara objek dengan matahari bervariasi sepanjang tahun. Jarak terdekat antara objek dengan matahari dinamai perihelion, sedangkan jarak terjauh dari matahari dinamai aphelion. Semua objek Tata Surya bergerak tercepat di titik perihelion dan terlambat di titik aphelion. Orbit planet-planet bisa dibilang hampir berbentuk lingkaran, sedangkan komet, asteroid dan objek sabuk Kuiper kebanyakan orbitnya berbentuk elips.
Untuk mempermudah representasi, kebanyakan diagram Tata Surya menunjukan jarak antara orbit yang sama antara satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, dengan beberapa perkecualian, semakin jauh letak sebuah planet atau sabuk dari matahari, semakin besar jarak antara objek itu dengan jalur edaran orbit sebelumnya. Sebagai contoh, Venus terletak sekitar sekitar 0,33 satuan astronomi (SA) lebih dari Merkurius, sedangkan Saturnus adalah 4,3 SA dari Yupiter, dan Neptunus terletak 10,5 SA dari Uranus. Beberapa upaya telah dicoba untuk menentukan korelasi jarak antar orbit ini (hukum Titus-Bode), tetapi sejauh ini tidak satu teori pun telah diterima.
Hampir semua planet-planet di Tata Surya juga memiliki sistem sekunder. Kebanyakan adalah benda pengorbit alami yang disebut satelit, atau bulan. Beberapa benda ini memiliki ukuran lebih besar dari planet. Hampir semua satelit alami yang paling besar terletak di orbit sinkron, dengan satu sisi satelit berpaling ke arah planet induknya secara permanen. Empat planet terbesar juga memliki cincin yang berisi partikel-partikel kecil yang mengorbit secara serempak.
Terminologi
Secara informal, Tata Surya dapat dibagi menjadi tiga daerah. Tata Surya bagian dalam mencakup empat planet kebumian dan sabuk asteroid utama. Pada daerah yang lebih jauh, Tata Surya bagian luar, terdapat empat gas planet raksasa.[6] Sejak ditemukannya Sabuk Kuiper, bagian terluar Tata Surya dianggap wilayah berbeda tersendiri yang meliputi semua objek melampaui Neptunus.[7]
Secara dinamis dan fisik, objek yang mengorbit matahari dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan: planet, planet kerdil, dan benda kecil Tata Surya. Planet adalah sebuah badan yang mengedari matahari dan mempunyai massa cukup besar untuk membentuk bulatan diri dan telah membersihkan orbitnya dengan menginkorporasikan semua objek-objek kecil di sekitarnya. Dengan definisi ini, Tata Surya memiliki delapan planet: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, dan Neptunus. Pluto telah dilepaskan status planetnya karena tidak dapat membersihkan orbitnya dari objek-objek Sabuk Kuiper Planet kerdil adalah benda angkasa bukan satelit yang mengelilingi matahari, mempunyai massa yang cukup untuk bisa membentuk bulatan diri tetapi belum dapat membersihkan daerah sekitarnya. Menurut definisi ini, Tata Surya memiliki lima buah planet kerdil: Ceres, Pluto, Haumea, Makemake, dan Eris. Objek lain yang mungkin akan diklasifikasikan sebagai planet kerdil adalah: Sedna, Orcus, dan Quaoar. Planet kerdil yang memiliki orbit di daerah trans-Neptunus biasanya disebut "plutoid". Sisa objek-objek lain berikutnya yang mengitari matahari adalah benda kecil Tata Surya.
Ilmuwan ahli planet menggunakan istilah gas, es, dan batu untuk mendeskripsi kelas zat yang terdapat di dalam Tata Surya. Batu digunakan untuk menamai bahan bertitik lebur tinggi (lebih besar dari 500 K), sebagai contoh silikat. Bahan batuan ini sangat umum terdapat di Tata Surya bagian dalam, merupakan komponen pembentuk utama hampir semua planet kebumian dan asteroid. Gas adalah bahan-bahan bertitik lebur rendah seperti atom hidrogen, helium, dan gas mulia, bahan-bahan ini mendominasi wilayah tengah Tata Surya, yang didominasi oleh Yupiter dan Saturnus. Sedangkan es, seperti air, metana, amonia dan karbon dioksida memiliki titik lebur sekitar ratusan derajat kelvin. Bahan ini merupakan komponen utama dari sebagian besar satelit planet raksasa. Ia juga merupakan komponen utama Uranus dan Neptunus (yang sering disebut "es raksasa"), serta berbagai benda kecil yang terletak di dekat orbit Neptunus.
Istilah volatiles mencakup semua bahan bertitik didih rendah (kurang dari ratusan kelvin), yang termasuk gas dan es; tergantung pada suhunya, 'volatiles' dapat ditemukan sebagai es, cairan, atau gas di berbagai bagian Tata Surya.
Zona planet
Zona Tata Surya yang meliputi, planet bagian dalam, sabuk asteroid, planet bagian luar, dan sabuk Kuiper. (Gambar tidak sesuai skala)
Di zona planet dalam, Matahari adalah pusat Tata Surya dan letaknya paling dekat dengan planet Merkurius (jarak dari matahari 57,9 × 106 km, atau 0,39 SA), Venus (108,2 × 106 km, 0,72 SA), Bumi (149,6 × 106 km, 1 SA) dan Mars (227,9 × 106 km, 1,52 SA). Ukuran diameternya antara 4.878 km dan 12.756 km, dengan massa jenis antara 3,95 g/cm3 dan 5,52 g/cm3.
Antara Mars dan Yupiter terdapat daerah yang disebut sabuk asteroid, kumpulan batuan metal dan mineral. Kebanyakan asteroid-asteroid ini hanya berdiameter beberapa kilometer (lihat: Daftar asteroid), dan beberapa memiliki diameter 100 km atau lebih. Ceres, bagian dari kumpulan asteroid ini, berukuran sekitar 960 km dan dikategorikan sebagai planet kerdil. Orbit asteroid-asteroid ini sangat eliptis, bahkan beberapa menyimpangi Merkurius (Icarus) dan Uranus (Chiron).
Pada zona planet luar, terdapat planet gas raksasa Yupiter (778,3 × 106 km, 5,2 SA), Uranus (2,875 × 109 km, 19,2 SA) dan Neptunus (4,504 × 109 km, 30,1 SA) dengan massa jenis antara 0,7 g/cm3 dan 1,66 g/cm3.
Jarak rata-rata antara planet-planet dengan matahari bisa diperkirakan dengan menggunakan baris matematis Titus-Bode. Regularitas jarak antara jalur edaran orbit-orbit ini kemungkinan merupakan efek resonansi sisa dari awal terbentuknya Tata Surya. Anehnya, planet Neptunus tidak muncul di baris matematis Titus-Bode, yang membuat para pengamat berspekulasi bahwa Neptunus merupakan hasil tabrakan kosmis.
Matahari
Matahari dilihat dari spektrum sinar-X
Matahari adalah bintang induk Tata Surya dan merupakan komponen utama sistem Tata Surya ini. Bintang ini berukuran 332.830 massa bumi. Massa yang besar ini menyebabkan kepadatan inti yang cukup besar untuk bisa mendukung kesinambungan fusi nuklir dan menyemburkan sejumlah energi yang dahsyat. Kebanyakan energi ini dipancarkan ke luar angkasa dalam bentuk radiasi eletromagnetik, termasuk spektrum optik.
Matahari dikategorikan ke dalam bintang kerdil kuning (tipe G V) yang berukuran tengahan, tetapi nama ini bisa menyebabkan kesalahpahaman, karena dibandingkan dengan bintang-bintang yang ada di dalam galaksi Bima Sakti, matahari termasuk cukup besar dan cemerlang. Bintang diklasifikasikan dengan diagram Hertzsprung-Russell, yaitu sebuah grafik yang menggambarkan hubungan nilai luminositas sebuah bintang terhadap suhu permukaannya. Secara umum, bintang yang lebih panas akan lebih cemerlang. Bintang-bintang yang mengikuti pola ini dikatakan terletak pada deret utama, dan matahari letaknya persis di tengah deret ini. Akan tetapi, bintang-bintang yang lebih cemerlang dan lebih panas dari matahari adalah langka, sedangkan bintang-bintang yang lebih redup dan dingin adalah umum.
Dipercayai bahwa posisi matahari pada deret utama secara umum merupakan "puncak hidup" dari sebuah bintang, karena belum habisnya hidrogen yang tersimpan untuk fusi nuklir. Saat ini Matahari tumbuh semakin cemerlang. Pada awal kehidupannya, tingkat kecemerlangannya adalah sekitar 70 persen dari kecermelangan sekarang
Matahari secara metalisitas dikategorikan sebagai bintang "populasi I". Bintang kategori ini terbentuk lebih akhir pada tingkat evolusi alam semesta, sehingga mengandung lebih banyak unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium ("metal" dalam sebutan astronomi) dibandingkan dengan bintang "populasi II". Unsur-unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium terbentuk di dalam inti bintang purba yang kemudian meledak. Bintang-bintang generasi pertama perlu punah terlebih dahulu sebelum alam semesta dapat dipenuhi oleh unsur-unsur yang lebih berat ini. Bintang-bintang tertua mengandung sangat sedikit metal, sedangkan bintang baru mempunyai kandungan metal yang lebih tinggi. Tingkat metalitas yang tinggi ini diperkirakan mempunyai pengaruh penting pada pembentukan sistem Tata Surya, karena terbentuknya planet adalah hasil penggumpalan metal.[
Medium antarplanet

Lembar aliran heliosfer, karena gerak rotasi magnetis matahari terhadap medium antarplanet.
Disamping cahaya, matahari juga secara berkesinambungan memancarkan semburan partikel bermuatan (plasma) yang dikenal sebagai angin matahari. Semburan partikel ini menyebar keluar kira-kira pada kecepatan 1,5 juta kilometer per jam, menciptakan atmosfer tipis (heliosfer) yang merambah Tata Surya paling tidak sejauh 100 SA (lihat juga heliopause). Kesemuanya ini disebut medium antarplanet. Badai geomagnetis pada permukaan matahari, seperti semburan matahari (solar flares) dan pengeluaran massa korona (coronal mass ejection) menyebabkan gangguan pada heliosfer, menciptakan cuaca ruang angkasa. Struktur terbesar dari heliosfer dinamai lembar aliran heliosfer (heliospheric current sheet), sebuah spiral yang terjadi karena gerak rotasi magnetis matahari terhadap medium antarplanet. Medan magnet bumi mencegah atmosfer bumi berinteraksi dengan angin matahari. Venus dan Mars yang tidak memiliki medan magnet, atmosfernya habis terkikis ke luar angkasa. Interaksi antara angin matahari dan medan magnet bumi menyebabkan terjadinya aurora, yang dapat dilihat dekat kutub magnetik bumi.
Heliosfer juga berperan melindungi Tata Surya dari sinar kosmik yang berasal dari luar Tata Surya. Medan magnet planet-planet menambah peran perlindungan selanjutnya. Densitas sinar kosmik pada medium antarbintang dan kekuatan medan magnet matahari mengalami perubahan pada skala waktu yang sangat panjang, sehingga derajat radiasi kosmis di dalam Tata Surya sendiri adalah bervariasi, meski tidak diketahui seberapa besar.
Medium antarplanet juga merupakan tempat beradanya paling tidak dua daerah mirip piringan yang berisi debu kosmis. Yang pertama, awan debu zodiak, terletak di Tata Surya bagian dalam dan merupakan penyebab cahaya zodiak. Ini kemungkinan terbentuk dari tabrakan dalam sabuk asteroid yang disebabkan oleh interaksi dengan planet-planet. Daerah kedua membentang antara 10 SA sampai sekitar 40 SA, dan mungkin disebabkan oleh tabrakan yang mirip tetapi tejadi di dalam Sabuk Kuiper.


Tata Surya bagian dalam
Tata Surya bagian dalam adalah nama umum yang mencakup planet kebumian dan asteroid. Terutama terbuat dari silikat dan logam, objek dari Tata Surya bagian dalam melingkup dekat dengan matahari, radius dari seluruh daerah ini lebih pendek dari jarak antara Yupiter dan Saturnus.
Planet-planet bagian dalam

Planet-planet bagian dalam. Dari kiri ke kanan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars (ukuran menurut skala)
Empat planet bagian dalam atau planet kebumian (terrestrial planet) memiliki komposisi batuan yang padat, hampir tidak mempunyai atau tidak mempunyai bulan dan tidak mempunyai sistem cincin. Komposisi Planet-planet ini terutama adalah mineral bertitik leleh tinggi, seperti silikat yang membentuk kerak dan selubung, dan logam seperti besi dan nikel yang membentuk intinya. Tiga dari empat planet ini (Venus, Bumi dan Mars) memiliki atmosfer, semuanya memiliki kawah meteor dan sifat-sifat permukaan tektonis seperti gunung berapi dan lembah pecahan. Planet yang letaknya di antara matahari dan bumi (Merkurius dan Venus) disebut juga planet inferior.
Merkurius
Merkurius (0,4 SA) adalah planet terdekat dari matahari serta juga terkecil (0,055 massa bumi). Merkurius tidak memiliki satelit alami dan ciri geologisnya di samping kawah meteorid yang diketahui adalah lobed ridges atau rupes, kemungkinan terjadi karena pengerutan pada perioda awal sejarahnya.[26] Atmosfer Merkurius yang hampir bisa diabaikan terdiri dari atom-atom yang terlepas dari permukaannya karena semburan angin matahari.[27] Besarnya inti besi dan tipisnya kerak Merkurius masih belum bisa dapat diterangkan. Menurut dugaan hipotesa lapisan luar planet ini terlepas setelah terjadi tabrakan raksasa, dan perkembangan ("akresi") penuhnya terhambat oleh energi awal matahari.
Venus
Venus (0,7 SA) berukuran mirip bumi (0,815 massa bumi). Dan seperti bumi, planet ini memiliki selimut kulit silikat yang tebal dan berinti besi, atmosfernya juga tebal dan memiliki aktivitas geologi. Akan tetapi planet ini lebih kering dari bumi dan atmosfernya sembilan kali lebih padat dari bumi. Venus tidak memiliki satelit. Venus adalah planet terpanas dengan suhu permukaan mencapai 400 °C, kemungkinan besar disebabkan jumlah gas rumah kaca yang terkandung di dalam atmosfer. Sejauh ini aktivitas geologis Venus belum dideteksi, tetapi karena planet ini tidak memiliki medan magnet yang bisa mencegah habisnya atmosfer, diduga sumber atmosfer Venus berasal dari gunung berapi
Bumi
Bumi adalah planet bagian dalam yang terbesar dan terpadat, satu-satunya yang diketahui memiliki aktivitas geologi dan satu-satunya planet yang diketahui memiliki mahluk hidup. Hidrosfer-nya yang cair adalah khas di antara planet-planet kebumian dan juga merupakan satu-satunya planet yang diobservasi memiliki lempeng tektonik. Atmosfer bumi sangat berbeda dibandingkan planet-planet lainnya, karena dipengaruhi oleh keberadaan mahluk hidup yang menghasilkan 21% oksigen. Bumi memiliki satu satelit, bulan, satu-satunya satelit besar dari planet kebumian di dalam Tata Surya.
Mars
Mars (1,5 SA) berukuran lebih keci dari bumi dan Venus (0,107 massa bumi). Planet ini memiliki atmosfer tipis yang kandungan utamanya adalah karbon dioksida. Permukaan Mars yang dipenuhi gunung berapi raksasa seperti Olympus Mons dan lembah retakan seperti Valles marineris, menunjukan aktivitas geologis yang terus terjadi sampai baru belakangan ini. Warna merahnya berasal dari warna karat tanahnya yang kaya besi. Mars mempunyai dua satelit alami kecil (Deimos dan Phobos) yang diduga merupakan asteroid yang terjebak gravitasi Mars.
Planet Bagian Luar
Keempat planet luar, yang disebut juga planet raksasa gas (gas giant), atau planet jovian, secara keseluruhan mencakup 99 persen massa yang mengorbit matahari. Yupiter dan Saturnus sebagian besar mengandung hidrogen dan helium; Uranus dan Neptunus memiliki proporsi es yang lebih besar. Para astronom mengusulkan bahwa keduanya dikategorikan sendiri sebagai raksasa es.[43] Keempat raksasa gas ini semuanya memiliki cincin, meski hanya sistem cincin Saturnus yang dapat dilihat dengan mudah dari bumi.
Yupiter

Yupiter (5,2 SA), dengan 318 kali massa bumi, adalah 2,5 kali massa dari gabungan seluruh planet lainnya. Kandungan utamanya adalah hidrogen dan helium. Sumber panas di dalam Yupiter menyebabkan timbulnya beberapa ciri semi-permanen pada atmosfernya, sebagai contoh pita pita awan dan Bintik Merah Raksasa. Sejauh yang diketahui Yupiter memiliki 63 satelit. Empat yang terbesar, Ganymede, Callisto, Io, dan Europa menampakan kemiripan dengan planet kebumian, seperti gunung berapi dan inti yang panas.[44] Ganymede, yang merupakan satelit terbesar di Tata Surya, berukuran lebih besar dari Merkurius.

Saturnus

Saturnus (9,5 SA) yang dikenal dengan sistem cincinnya, memiliki beberapa kesamaan dengan Yupiter, sebagai contoh komposisi atmosfernya. Meskipun Saturnus hanya sebesar 60% volume Yupiter, planet ini hanya seberat kurang dari sepertiga Yupiter atau 95 kali massa bumi, membuat planet ini sebuah planet yang paling tidak padat di Tata Surya. Saturnus memiliki 60 satelit yang diketahui sejauh ini (dan 3 yang belum dipastikan) dua di antaranya Titan dan Enceladus, menunjukan activitas geologis, meski hampir terdiri hanya dari es saja.[45] Titan berukuran lebih besar dari Merkurius dan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer yang cukup berarti.

Uranus

Uranus (19,6 SA) yang memiliki 14 kali massa bumi, adalah planet yang paling ringan di antara planet-planet luar. Planet ini memiliki kelainan ciri orbit. Uranus mengedari matahari dengan bujkuran poros 90 derajad pada ekliptika. Planet ini memiliki inti yang sangat dingin dibandingkan gas raksasa lainnya dan hanya sedikit memancarkan energi panas.[46] Uranus memiliki 27 satelit yang diketahui, yang terbesar adalah Titania, Oberon, Umbriel, Ariel dan Miranda.

Neptunus

Neptunus (30 SA) meskipun sedikit lebih kecil dari Uranus, memiliki 17 kali massa bumi, sehingga membuatnya lebih padat. Planet ini memancarkan panas dari dalam tetapi tidak sebanyak Yupiter atau Saturnus.[47] Neptunus memiliki 13 satelit yang diketahui. Yang terbesar, Triton, geologinya aktif, dan memiliki geyser nitrogen cair.[48] Triton adalah satu-satunya satelit besar yang orbitnya terbalik arah (retrogade). Neptunus juga didampingi beberapa planet minor pada orbitnya, yang disebut Trojan Neptunus. Benda-benda ini memiliki resonansi 1:1 dengan Neptunus.

Sabuk asteroid utama dan asteroid Troya
Asteroid secara umum adalah obyek Tata Surya yang terdiri dari batuan dan mineral logam beku.
Sabuk asteroid utama terletak di antara orbit Mars dan Yupiter, berjarak antara 2,3 dan 3,3 SA dari matahari, diduga merupakan sisa dari bahan formasi Tata Surya yang gagal menggumpal karena pengaruh gravitasi Yupiter.
Gradasi ukuran asteroid adalah ratusan kilometer sampai mikroskopis. Semua asteroid, kecuali Ceres yang terbesar, diklasifikasikan sebagai benda kecil Tata Surya. Beberapa asteroid seperti Vesta dan Hygiea mungkin akan diklasifikasi sebagai planet kerdil jika terbukti telah mencapai kesetimbangan hidrostatik.
Sabuk asteroid terdiri dari beribu-ribu, mungkin jutaan objek yang berdiameter satu kilometer. Meskipun demikian, massa total dari sabuk utama ini tidaklah lebih dari seperseribu massa bumi. Sabuk utama tidaklah rapat, kapal ruang angkasa secara rutin menerobos daerah ini tanpa mengalami kecelakaan. Asteroid yang berdiameter antara 10 dan 10-4 m disebut meteorid. [40]
Ceres
Ceres (2,77 SA) adalah benda terbesar di sabuk asteroid dan diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Diameternya adalah sedikit kurang dari 1000 km, cukup besar untuk memiliki gravitasi sendiri untuk menggumpal membentuk bundaran. Ceres dianggap sebagai planet ketika ditemukan pada abad ke 19, tetapi di-reklasifikasi menjadi asteroid pada tahun 1850an setelah observasi lebih lanjut menemukan beberapa asteroid lagi. Ceres direklasifikasi lanjut pada tahun 2006 sebagai planet kerdil.


TEORI
Teori BIGBANG
Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari pengembangan di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.
Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nyaris nol, dan berada pada kerapatan dan panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.
Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan terjadi setidaknya untuk beberapa milyar tahun lagi.

Teori Pembentukan Tata Surya Sesudah Newton
Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat dalam menciptakan teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Dalam artikel ini akan dibahas teori pembentukan Tata Surya yang lahir sesudah era Newton sampai akhir abad ke-19. Perkembangan teori pembentukan Tata Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran yakni teori monistik yang menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Dan yang kedua teori dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang berbeda dan terbetuk pada waktu yang berbeda.

Teori Komet Buffon
Tahun 1745, George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori dualistik dan katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan matahari menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda. Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa komet jauh lebih masif dari kenyataannya.

Teori Nebula Laplace
Ada beberapa teori yang menginspirasi terbentuknya teori Laplace, dimulai dari filsuf Perancis, Renè Descartes (1596-1650) yang percaya bahwa angkasa terisi oleh “fluida alam semesta” dan planet terbentuk dalam pusaran air. Sayangnya teori ini tidak didukung dasar ilmiah.

Seratus tahun kemudian Immanuel Kant (1724-1804) menunjukkan adanya awan gas yang berkontraksi dibawah pengaruh gravitasi sehingga awan tersebut menjadi pipih. Ide ini didasarkan dari teori pusaran Descartes tapi fluidanya berubah menjadi gas. Setelah adanya teleskop, William Herschel (1738-1822) mengamati adanya nebula yang ia asumsikan sebagai kumpulan bintang yang gagal. Tahun 1791, ia melihat bintang tunggal yang dikelilingi halo yang terang. Hal inilah yang memberinya kesimpulan bahwa bintang terbentuk dari nebula dan halo merupakan sisa nebula.

Dari teori-teori ini Pierre Laplace (1749-1827) menyatakan adanya awan gas dan debu yang berputar pelan dan mengalami keruntuhan akibat gravitasi. Pada saat keruntuhan, momentum sudut dipertahankan melalui putaran yang dipercepat sehingga terjadi pemipihan. Selama kontraksi ada materi yang tertinggal kedalam bentuk piringan sementara pusat massa terus berkontraksi. Materi yang terlepas kedalam piringan akan membentuk sejumlah cincin dan materi di dalam cincin akan mengelompok akibat adanya gravitasi. Kondensasi juga terjadi di setiap cincin yang menyebabkan terbentuknya sistem planet. Materi di dalam awan yang runtuh dan memiliki massa dominan akan membentuk matahari.

Namun menurut Clerk Maxwell (1831-1879) letak permasalahan teori ini cincin hanya bisa stabil jika terdiri dari partikel-partikel padat bukannya gas. Menurut Maxwell cincin tidak bisa berkondensasi menjadi planet karena gaya inersianya akan memisahkan bagian dalam dan luar cincin. Seandainya proses pemisahan bisa terlewati, massa cincin masih jauh lebih masif dibanding massa planet yang terbentuk.

Permasalahan lain muncul dari distribusi momentum sudut dimana tidak ada mekanisme tertentu yang bisa menjelaskan bahwa keberadaan materi dalam jumlah kecil, yang membentuk planet, bisa memiliki semua momentum sudutnya. Seharusnya sebagian besar momentum sudut berada di pusat objek. Jika momentum sudut intrinsik dari materi luar bisa membentuk planet, maka kondensasi pusat tidak mungkin runtuh untuk membentuk bintang,


Penyempurnaan Teori Laplace
Tahun 1854, Edouard Roche (1820-1883) mengatakan bahwa awan yang diajukan Laplace dalam teorinya bisa memiliki kondensasi pusat yang tinggi sehingga sebagian besar massa berada dekat spin axis dan memiliki kaitan yang kecil dengan momentum angular. Tahun 1873, Roche menyempurnakan teori Laplace dengan analisis “Matahari ditambah atmosfer, yang memiliki kondensasi pusat yang tinggi. Model ini berada diluar rentang planet dan mengalami keruntuhan saat mendingin. Dalam model ini atmosfer berkorotasi terhadap matahari. Saat sistem mengalami keruntuhan kecepatan sudut bertambah untuk mempertahankan momentum sudut sementara jarak mengecil. Jika jarak mengecil lebih cepat dari radius efektif atmosfer, maka semua atmosfer diluar jarak akan membentuk cincin.

Keberatan dari James Jeans (1877-1946). Ia menunjukkan dengan distribusi nebula yang diberikan oleh Roche, materi luar akan menjadi renggang sehingga tidak dapat melawan gaya pasang surut terhadap pusat massanya dan kondensasi tidak akan terjadi. Jeans juga mennunjukkan bahwa untuk materi di dalam cincin yang mengalir dari nebula yang runtuh menuju kondensasi membutuhkan kerapatan yang lebih besar dari kerapatan sistem. Hal ini akan menghasilkan massa atmosfer dengan magnitudo mendekati magnitudo di pusat massa, sehingga bisa menyelesaikan permasalahan momentum sudut.


Tata Sury] adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi[b], dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.

Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yang terluar.

Berdasarkan jaraknya dari matahari, kedelapan planet Tata Surya ialah Merkurius (57,9 juta km), Venus (108 juta km), Bumi (150 juta km), Mars (228 juta km), Yupiter (779 juta km), Saturnus (1.430 juta km), Uranus (2.880 juta km), dan Neptunus (4.500 juta km). Sejak pertengahan 2008, ada lima obyek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Orbit planet-planet kerdil, kecuali Ceres, berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet kerdil tersebut ialah Ceres (415 juta km. di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima), Pluto (5.906 juta km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kesembilan), Haumea (6.450 juta km), Makemake (6.850 juta km), dan Eris (10.100 juta km).

Enam dari kedelapan planet dan tiga dari kelima planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami, yang biasa disebut dengan "bulan" sesuai dengan Bulan atau satelit alami Bumi. Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.
TEORI KABUT

Teori Kabut disebut juga Teori Nebula.Teori tersebut dikemukakan oleh Immanuel Kart dan Simon de Laplace.Menurut teori ini mula-mula ada sebuah nebula yang baur dan hampir bulat yang berotasi dengan kecepatan sangat lambat sehingga mulai menyusut.Akibatnya terbentuklah sebuah cakram datar bagian tengahnya.penyusutan berlanjut dan terbentuk matahari di pusat cakram.Cakram berotasi lebih cepat sehinggabagian tepi-tepi cakram terlepas membentuk gelang-gelang bahan.Kemudian bahan dalam gelang-gelang memadat menjadi planet-planet yang berevolusi mengitari Matahari.
TEORI PLANETESIMAL

Teori Planetesimal dikemukakan oleh T.C Chamberlein dan F.R Moulton.Menurut teori ini,Matahari sebelumnya telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang banyak di langit.Suatu ketika bintang berpapasan dengan Matahari dalam jarak yang dekat.Karena jarak yang dekat, tarikan gravitasi bintang yang lewat sebagian bahan dari Matahari(mirip lidah raksasa) tertarik ke arah bintaang tersebut.Saat bintang menjauh, lidah raksasa itu sebagian jatuh ke Matahari dan sebagian lagi terhambur menjadi gumpalan kecil atau planetesimal.Planetesimal-planetesimal melayang di angkasa dalam orbit mengitari Matahari.Dengan tumbukan dan tarikan gravitasi, planetesimal besar menyapu yang lebih kecil dan akhirnya menjadi planet.

TEORI BINTANG KEMBAR

Menurut Teori Bintang Kembar,dahulu Matahari merupakan bintang kembar kemudian bintang kembarannya meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena pengaruh gaya gravitasi bintang yang tidak meledak(Matahari),maka kepingan-kepingan itu bergerak mengitari bintang tersebut dan menjadi planet-planet.

TEORI PASANG SURUT

Teori Pasang Surut pertama kali disampaikan oleh Buffon.Buffon menyatakan bahwa tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet.

Teori pasang surut yang disampaikan Buffon kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys.Mereka berpendapat bahwa tata surya terbentuk oleh efek pasang gas-gas Matahari akibat gaya gravitasi bintang besar yang melintasi Matahari.Gas-gas tersebut terlepas dan kemudian mengelilingi Matahari.Gas-gas panas tersebut kemudian berubah menjadi bola-bola cair dan secara berlahan mendingin serta membentuk lapisan keras menjadi planet-planet dan satelit.

TEORI AWAN DEBU(PROTO PLANET)

Teori ini dikemukakan oleh Carl von Weizsaecker kemudian disempurnakan oleh Gerard P.Kuiper pada tahun 1950.Teori proto planet menyatakan bahwa tata surya terbentuk oleh gumpalan awan gas dan yang jumlahnya sangat banyak.Suatu gumpalan mengalami pemampatan dan menarik partikel-partikel debu membentuk gumpalan bola.Pada saat itulah terjadi pilinan yang membuat gumpalan bola menjadi pipih menyerupai cakram (tebal bagian tengah dan pipih di bagian tepi).Karena bagian tengah berpilin lambat mengakibatkan terjadi tekanan yang menimbulkan panas dan cahaya(Matahari).Bagian tepi cakram berpilin lebih cepat sehingga terpecah menjadi gumpalan yang lebih kecil.Gumpalan itu kemudian membeku menjadi planet dan satelit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar